CBDC: Pengganti Uang Kartal atau Melawan Cryptocurrency?

Panji Akbar Prisdiminggo
3 min readDec 21, 2021

--

Central Bank Digital Currency (CBDC) merupakan uang digital yang dikeluarkan oleh Bank Sentral suatu negara. Di Indonesia sendiri, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral masih mengkaji CBDC sebagai rupiah digital mendatang. Berdasarkan website BI (BICARA), BI saat ini masih berfokus mengkaji dan merumuskan formula yang tepat untuk rupiah digital ke depannya serta Bank Indonesia saat ini masih berfokus untuk transformasi digital dalam implementasi Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia 2025.

Mengapa CBDC dikeluarkan?
Meski BI belum menerbitkan CBDC alias rupiah digital, ada alasan mengapa seluruh bank sentral di dunia ingin segera mengeluarkan alat pembayaran ini. Dilansir dari Bisnis.com, menurut Piter Abdullah, penerbitan CBDC merupakan bentuk respons bank sentral terhadap cryptocurrency atau uang kripto sebagai bentuk ancaman bagi bank sentral. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia ini juga menambahkan konsep mata uang kripto memiliki perbedaan fundamental dengan uang yang diterbitkan oleh bank sentral (uang kartal). Mata uang yang diterbitkan oleh bank sentral bersifat sentralistik, sepenuhnya dikontrol oleh lembaga tersebut. Sementara itu uang kripto bersifat desentralistik dicetak dan diedarkan oleh banyak pihak.

“Jika uang tidak lagi dikuasai bank sentral, fungsi bank sentral lainnya akan tereduksi, bahkan keberadaan bank sentral bisa hilang, jadi wajar bank sentral sangat serius memerangi uang kripto,” Piter Abdullah —D irektur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia

Menurutnya, jika mata uang kripto semakin berkembang dan diterima oleh masyarakat luas, maka keberadaan bank sentral bisa terancam dalam konteks pengedar uang giral. “Jika uang tidak lagi dikuasai bank sentral, fungsi bank sentral lainnya akan tereduksi, bahkan keberadaan bank sentral bisa hilang, jadi wajar bank sentral sangat serius memerangi uang kripto,” imbuhnya. Piter menilai, kekhawatiran bank sentral tersebut pun beralasan. Pasalnya, tidak ada pihak yang bertanggung jawab terhadap peredaran dan penggunaan mata uang kripto karena sifatnya yang desentralistik.

Keberadaan uang kripto di Indonesia sendiri merupakan bukan sebagai alat pembayaran yang sah, hal ini tegas dikatakan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. BI telah melarang seluruh lembaga yang mendapat izin dari BI untuk tidak melayani transaksi menggunakan mata uang kripto. Senada dengan BI, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan uang kripto sebagai alat pembayaran karena mengandung unsur gharar (ketidakjelasan/ketidakpastian) dan dharar (kerugian), serta bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015. Akan tetapi membolehkan aset uang kripto sebagai komoditas investasi dengan memenuhi syarat tertentu.

Kelebihan dan ‘celah’ kekurangan CBDC
Berbeda dengan uang giral, uang digital memiliki kecepatan transaksi yang lebih cepat serta bersifat transparasi yang dapat membantu pemerintah untuk melacak kegiatan ilegal seperti pencucian uang, aliran dana gelap, korupsi dll. Kemudian sangat sulit untuk memanipulasi data ketika teknologi blockchain (rantai pasok) digunakan sehingga akan membuat CBDC lebih aman. Terakhir adalah ini merupakan langkah untuk mencegah hilangnya kontrol pemerintah dalam sistem keuangan internasional dengan mengadopsi cryptocurrency yang bisa dikendalikan negara mereka sendiri.
Di sisi lain, uang kripto memiliki berbagai isu keamanan dimana ketika melakukan transaksi menggunakannya. yakni tidak ada aturan ‘refund’ (pengembalian uang) tidak ada jaminan uang digital yang sudah dikirim akan dikembalikan ketika membuat suatu kesalahan dalam transaksi, di sinilah aksi penipuan semakin mudah untuk dilakukan. Hal ini kemudian akan disempurnakan dalam sistem CBDC / rupiah digital yang tengah diformulasikan oleh BI. Isu selanjutnya adalah mengenai kemanan data pribadi yang semakin mudah diakses oleh lembaga maupun otoritas, hal ini menjadi celah pengguna CBDC dalam mempertahankan kerahasiaan data pribadinya.

Akankah CBDC menggantikan uang kartal?
BI telah merilis capaian target 12 juta pengguna merchant Quick Response Indonesia Standart (QRIS) pada 2021, hal ini memperkuat ekosistem CBDC mendatang. Apakah CBDC merupakan ancaman bagi uang kartal? Jawabannya tidak, karena uang kartal sendiri masih akan tetap beredar di tengah masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah. CBDC berdiri sebagai ‘pelengkap’ mata uang rupiah demi melawan uang kripto yang memiliki kemudharatan yang tidak sedikit dan tetap menjaga peran pemerintah melalui BI dalam menjaga stabilitas nilai rupiah.

Bagaimana menurutmu? Apakah CBDC worth-it untuk diterapkan di Indonesia? China, Singapore, Australia, Inggris dan negara-negara di emerging markets lainnya tengah melakukan persiapan soft-launching dalam menerbitkan mata uang digital versi negara masing-masing.
Tulis pendapatmu di komentar ya!

--

--

Panji Akbar Prisdiminggo
Panji Akbar Prisdiminggo

Written by Panji Akbar Prisdiminggo

Menulis perihal yang dirasa, dibaca dan terlintas.

No responses yet